Home » , » ‘ Mon Mita Tima’

‘ Mon Mita Tima’

Posted by Kupisanger on Thursday, June 23, 2011

MON MITA TIMA (sumur mencari timba), begitulah istilah klasik orang Aceh terhadap sesuatu tindakan yang bertolak belakang dengan akal sehat. Tidak masuk akal sumur yang mencari timba sebenarnya timbalah yang pantas mencari sumur sebab timba bisa bergerak dengan leluasa sedangkan sumur adalah benda tetap yang tak bisa berpindah-pindah tempat.
Orang tua yang merasa segan atau takut terhadap anaknya lantaran anaknya sudah menjadi orang hebat adalah bertentangan dengan tuntutan akhlak mulia. Tidak jarang anak memperbudak orang tuanya dengan membebani tugas-tugas rumah tangganya yang semestinya dikerjakan orang lain. Seorang ayah atau ibu yang takut dimarahi atau ditegur anaknya dalam hal-hal yang sepele adalah suatu akhlak yang tidak selaras dengan nilai-nilai pendidikan Islam. Seorang calon dara baro (calon pengantin perempuan) mundar mandir datang ketempat calon linto baro (calon pengantin pria) untuk minta cepat-cepat dilamarnya adalah suatu tindakan yang merusak adat dan etika orang Aceh.
Seorang ulama yang mondar- mandir menghadap umara untuk maksud-maksud mencari dana untuk kepentingan pribadi adalah suatu yang tidak layak terjadi dan sangat memalukan. Semua hal yang disebutkan di atas adalah ibarat mon mita tima yang seharusnya tidak boleh terjadi untuk tidak dikatakan mustahil.
Alquran memberikan gambaran tentang ketinggian derajat para ulama: Allah meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberikan ilmu (ulama) beberapa derajat. (QS. Al-Mujadalah: 11). Selain masalah ketinggian derajat para ulama, Alquran juga menyebutkan dari sisi mentalitas dan karakteristik, bahwa para ulama adalah orang- orang yang takut kepada Allah.
Berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh Alquran dan hadis, ulama menurut pandangan menyoritas orang Aceh adalah sosok orang yang telah menamatkan pendidikan tertinggi di sebuah dayah tradisional. Kemudian setelah kembali ke tempat asalnya atau ke tempat lain mendirikan dayah dan memiliki santri yang relatif banyak. Tidak cukup itu, menurut mereka ulama adalah orang yang konsekwen memakai kain sarung dan sorban serta mendahului khutbah Jumatnya dengan ceramah di atas mimbar. Selain itu sebagai ciri-ciri ulama juga orang yang berpegang teguh pada pembacaan shamadiyah atau mengaji di kuburan kalau ada orang yang meninggal dunia.
Sedangkan pengertian umara Ibn Katsir, setelah mengutip sejumlah hadis mengenai makna ulil amri, menyimpulkan bahwa ulil amri itu adalah, menurut zhahirnya, ulama. Sedangkan secara umum ulil amri itu adalah umara dan ulama” (Tafsir al-Quran al-Azhim, juz 1, h. 518)
Perintah taat kepada pemimpin Allah sejajar dengan perintah mentaati Allah dan Rasul-Nya. Cuma yang tidak sederet adalah bentuk taat kepada pemimpin bukan sesuatu yang muthlak dengan dalil tidak ditekankan dengan kata athi’ u dalam hal taat kepada pemimpin. Mengingat umara bukanlah sosok manusia yang tidak salah dan keliru, silap dan milap maka perintah taat kepada mereka tidaklah menjadi muthlak jadinya. Ulama berpolitik Apakah suatu hal yang terbalik bila ulama berpolitik? Tentu tidak demikian halnya. Ulama harus berpolitik dalam arti ulama harus memiliki kejelian bila orang lain bermain politik dengan ulama.
Kalau tidak ulama atau teungku akan menjadi korban politik orang lain. Kalau seorang ulama/ teungku buta politik maka mereka menjadi korban orang- orang yang ingin mengambil keuntungan dalam berpolitik. Seorang ulama yang mendekat kepada umara untuk maksud- maksud tertentu misalnya untuk tujuan meminta-minta menjual proposal, mencari atau memenangkan proyek tidak pantas terjadi pada diri seorang ulama sebab tugas ulama di tengah-tengah masyarakat adalah sebagai pembawa misi Rasulullah.
Seorang ulama tidak layak mendekati umara hanya karena ingin memperoleh keuntungan materil apalagi untuk memperkaya dirinya. Hal ini tidak berarti seorang ulama harus menjauh dengan umara atau memusuhi mereka. Tidak mengapa mereka pergi ke umara untuk tujuan-tujuan memberikan teguran, mengajak bersama- sama untuk mengkaji agama, memberi nasihat dan pengajaran-pengajaran agama sehingga dalam memimpin negara atau daerah tidak menyimpang dari hukum-hukum dan undang- undang syariat Allah.
Ulama tidak diposisikan sebagai suatu makhluk yang telah hilang kewibawaannya sehingga tidak berani berdiri tegak di depan umara untuk memperbaiki kesalahan atau kekeliruan yang dilakukan umara. Sehingga terkesan ulama hanya mengikuti irama gendrang yang ditabuh oleh umara tanpa berani melawan dan menciptakan irama sendiri.
Bila dicermati sebenarnya umaralah yang harus banyak datang kepada ulama. Umara yang ideal adalah umara yang selalu dekat dengan ulama untuk memperoleh siraman ilmu agama. Mengakhiri tulisan sederhana ini kita perlu merenungkan bahwa segala sesuatunya harus berjalan menurut koridornya masing-masing. Semuanya mengambil peran sesuai dengan tugasnya masing-masing sesuai dengan apa yang kita paparkan di atas. Bila ada yang salah bertindak atau salah pasang maka akan terjadi malapetaka di dalam kehidupan. Kalau sekiranya rakyat dengan segala konsekuensinya harus memilih pemimpinnya sesuai hati nuraninya maka kenapa seorang calon pemimpin harus menonjol- nonjolkan diri, kelompok atau partainya untuk dipilih oleh rakyat.
Kalau rakyat telah diberi hak untuk memilih calon pemimpinnya maka mengapa justru ada calon pemimpin yang gencar memilih- milih atau menggiring rakyatnya untuk memilihnya. Bukankah orang-orang yang berani memuji-muji dirinya adalah bagaikan jampok kesiangan. Pastikan bahwa rakyatlah yang mengusung calon pemimpinnya bukan sebaliknya calon pemimpin yang reuoh reuah mengusung- usung rakyatnya. Yakinkan bahwa timbalah yang mencari sumur bukan sebaliknya sumur yang mencari timba.


2 comments:

  1. apakah wanita yg duluan melamar pria juga termasuk seperti apa yg disebutkan judul postingan ini?:)

    yg aku tahu ga ada yg salah pihak wanita(darabaro) yg melamar pihak (linto baro)., untuk hadis'a sendiri pernah bca di http://orangeumar.blogspot.com/ ., tp lupa lagi posstingan yg mana.,,

    blog walking lagi :)

    ReplyDelete
  2. tulisan ini lebih ke aspek moralitas'a..

    ReplyDelete

.comment-content a {display: none;}